BAHASA
INDONESIA 2
"PENALARAN ILMIAH"
Dina Amalia K
12213534
3EA21
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN
2015/2016
PENALARAN ILMIAH
1.1 Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut
dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
1.2 Proposisi
Proposisi
adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh
dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan,
disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah
pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur
yakni:
1.
Subyek,
perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau perkara.
2.
Predikat
adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.
3.
Kopula adalah
kata yang menghubungkan subjek dan predikat.
Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana. Kata
semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia
berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di
sini diwakili oleh kata fana.
Jenis-jenis proposisi:
1. Bentuk
Dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Tunggal:
Kalimat yang terdiri dari 1 subjek dan 1 predikat
Contoh: Semua ibu menghasilkan asi
2) Majemuk:
Kalimat Proporsisi yang terdiri dari 1 subjek dan lebih dari 1 predikat
Contoh: Semua orang yang ingin masuk surga maka
harus rajin beribadah dan berbuat baik kepada sesama
2. Sifat
Dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Kategorial:
Proporsisi hubungan antara subjek dan predikatnya tidak ada syarat apapun
Contoh: Semua kambing adalah herbivora
2) Kondisional:
Proporsisi yang hubungannya subjek dan predikat membutuhkan persyaratan
tertentu. Biasanya diawali :jika, apabila, walaupun, seandainya
Contoh: Jika susi wanita maka akan menikah dengan
rudi
Kondisional dibagi menjadi 2,
yaitu:
ü Hipotesis
yaitu dugaan yang bersifat sementara
Contoh: Jika susi rajin belajar maka dia akan
pintar
ü Disjungtif
yaitu memiliki 2 predikat dan predikatnya alternatif
Contoh: Wanita itu sudah menikah apa belum
3. Kualitas
Yang terdiri dari:
1) Afirmatif
(+): Proporsisi dimana predikatnya membenarkan subjek
Contoh: Semua kucing pasti mempunyai ekor
2) Negatif
(-): Proporsisi dimana predikatnya menolak subjek
Contoh: Tidak ada kucing yang tidak memiliki ekor
4. Kuantitas
/ Proporsisi Universal: Proposisi yang predikatnya mendukung atau mengingkari
subjeknya
Contoh : Tidak ada satupun mahasiswa yang tidak
memiliki NPM
1.3 Inferensi dan Implikasi
Pengertian
inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk
melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang
diinginkan oleh saorang penulis (pembicara). Inferensi atau kesimpulan
sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak
mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis.
Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran
pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama
sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi.
Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca
untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang
diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk
mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Inferensi terbagi
menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.
1. Inferensi
Langsung, Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis
(proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik
tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh: “Bu, besok temanku berulang tahun. Saya
diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun
temanya.
2. Inferensi
Tidak Langsung, Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis.
Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan
proposisi-preposisi lama.
Contoh 1:
A: Anak-anak begitu gembira
ketika ibu memberikan bekal makanan.
B: Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C: Bekal yang dibawa ibu lauknya
gudek komplit.
Contoh 2:
A: Saya melihat ke dalam kamar itu.
B: Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: Kamar itu memiliki plafon.
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“.
Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika
sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah. Untuk lebih jelasnya kita lihat
tabel kebenaran berikut:
Tetapi
kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena
alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh: “Jika lampu merah menyala maka kendaraan
bermotor akan berhenti”
Kalimat diatas tidak akan sama dengan “Jika
kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
1.4 Wujud Evidensi
Wujud Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang
dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil
pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena.
Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini
sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat
dihindarkan. Kita mungkin mengartikannya sebagai "cara bagaimana kenyataan
hadir" atau perwujudan dari ada bagi akal". Misal Mr.A mengatakan
"Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo", apa komentar kita ?
Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan "fakta yang
menarik". Kita akan mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk
berkata demikian. Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai
"kepastian", Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di
kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang
persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan
kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah
tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan
tersebut. Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya
duduk, "Ada tiga jendela di dalam ruang ini," persetujuan atau
ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin
persetujuan saya dengan mudah didapatkan. Dalam wujud yang paling rendah.
Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau
informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
1.5 Cara Menguji Data
Data dan informasi yang digunakan
dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan
untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
1.6 Cara Menilai Autoritas
Seorang penulis yang objektif
selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis
yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat
yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak
mengandung prasangka
2. Pengalaman
dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran
dan prestise
4. Koherensi
dengan kemajuan
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar